H.Suharso Monoarfa |
Seperti tahun-tahun sebelumnya, maka tahun ini Suharso Monoarfa, mantan menteri negara
Perumahan Rakyat Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II kembali menyelenggrakan acara Open House bagi masyarakat pasca hari
Idul Fitri 1 Syawal 1433 H, dengan mengundang
keluarga terdekat, kerabat, masyarakat Garontalo serta masyarakat umum,
dalam rangka merayakan hari kemenangan setelah melaksanakan ibadah puasa pada
bulan Ramadhan lalu.
Meskipun, kehadiran
para undangan dalam acara itu tidak sebanyak saat ia masih menjabat sebagai
menteri negara, namun para tamu yang datang tetap terlihat silih berganti dalam
hitungan menit. Sehingga ruang dan meja yang telah disiapkan oleh panitia di kediamannya dan keluarga kawasan Pondok
Indah Jakarta Selatan itu, tetap terisi oleh para undangan yang hadir.
Sementara dalam
melayani tamunya Harso (panggilan akrabnya) beserta istrinya Nurhayati atau
yang lebih akrab disapa Neng, terlihat cukup sibuk berpindah-pindah tempat
duduk membagi waktu dengan menggilir satu demi satu setiap meja yang telah ditempati oleh para
tamu yang hadir saat itu.
Namun, ada yang
menarik ketika tim media Gorontalo, menghampiri pak Harso dan meminta waktu
untuk tanggapannya soal isu rencana pemda.Gorontalo yang akan membangun gedung
Penginapan bagi para pejabat Gorontalo yang datang ke Jakarta dalam rangka
tugas dinas, penambahan gedung Asrama
mahasiswa Gorontalo di Jakarta serta pemindahan
asrama dan mahasiswa Gorontalo
yang berada di Jalan Salemba Tengah, Jakarta Pusat. Sehingga berbuntut pada
aksi demo mahasiswa penghuni asrama Gorontalo di Jakarta.
Lalu, seperti apa
tanggapan dari pak Harso tentang rencana
pemda.Gorontalo tersebut? Maka inilah
wawancara tim Media Gorontalo (MG) dengan salah satu tokoh sekaligus
politikus nasional yang juga pengurus DPP- Partai Peratuan Pembangunan
(PPP) dengan nama lengkap H.Suharso
Monoarfa,MA. yang kami singkat dengan SM
setelah usai ia menyelenggarakan acara Open House tersebut.
MG: Belum lama ini mahasiswa yang tinggal di asrama Gorontalo
kembali melakukan aksi demo dengan menutup pintu pagar sehingga kantor
perwakilan di Jakarta tidak melakukan kegiatan sehari penuh. Apakah sudah mendengar informasi?
SM: Oh ya. belum tahu, soal apa itu?
MG:Pemda.Gorontalo
berencana memindahkan asrama ke tempat yang lain. Karena kantor itu akan
direhab menjadi semacam gedung untuk
multi fungsi. Menurut informasi tempat
itu, disamping sebagai kantor juga ada bangunan tempat Penginapan bagi pejabat
Gorontalo yang datang ke Jakarta, konon model gedungnya berkelas hotel?
SM: Kalau pemda.Gorontalo ingin
membangun dan memindahkan asrama
mahasiswa, harus jelas dulu posisi lahan itu. Pemiliknya siapa? mahasiswa
atau pemda.
MG: Sebelum lanjut, apakah anda
mengetahui sejarah asrama itu, dan benarkah mahasiswa Gorontalo zaman
dulu, yang memperjuangkan untuk
menempati asrama itu?
SM: Begini, pada zaman dulu
tanah itu di kuasai oleh katakanlah salah satu pihak. Kemudian, terjadi suatu
peristiwa G 30S/PKI. Lalu, gedung dan tanahnya diambil alih oleh yang istilah saat itu PERPERA
(Penguasa Perang) atau penguasa teroterial, istilah saat ini KODAM (Komando
Daerah Militer).
Setelah proses dan waktu berjalan , pada era itu anak-anak
mahasiswa Gorontalo memerlukan asrama atau rumah yang dekat dengan tempat
kuliah UI (Universitas Indonesia), kebetulan yang menjabat pimpinan keamanan
negara (Kapkobkamtib) pada waktu itu adalah mantan Gubernur SULUT, maka gedung dan tanah itu, dipijamkan untuk
dipakai sebagai Asrama Mahasiswa Gorontalo . Bahkan, pada saat itu para
mahasiswa HPMIG (Himpunan Pelajar dan
Mahasiswa Indonesia Gorontalo) sempat berusaha dengan membentuk tim untuk
memperkuat dan memastikan dasar hukum keberadaan mereka disitu. Karena alasan mahasiswa, berdasarkan Undang-Undang
mereka punya hak menempati lokasi itu. Setelah
mahasiswa bisa menempati tempat itu, maka dalam perjalanan waktu sudah menjadi
pusat kegiatan mahasiswa dan masyarakat Gorontalo yang berada di Jakarta.
Bahkan sering dilaksanakan kegiatan pengajian, Sholat Tarwih bersama dan menjelang akhir Ramadhan pada hari ke 27 selalu diadakan buka puasa
dan Tarwih bersama disitu. Sekaligus ada acara membagi-membagi bingkisan dari
masyarakat Gorontalo yang mampu. Seingat saya
kegiatan itu setiap tahun dilaksanakan.
Kemudian, Jakarta berkembang pesat, masyarakat dan mahasiswa
Gorontalo banyak yang datang ke Jakarta. Maka asrama pun juga berkembang
sedemikian rupa, sehingga sempat saya
perhatikan Asrama itu mulai dihuni oleh orang yang bukan mahasiswa. Bahkan
pernah juga asrama itu tidak di tempati oleh mahasiswa. Istilah dulu yang
tinggal disitu hanya mahasiswa abadi. Ada juga sebuah keluarga yang tinggal disitu, konon asrama
itu dititipkan kepada keluarga tersebut. Tujuannya untuk mengawasi asrama dan
mahasiswa. Tapi pada perkembangan berikutnya, asrama itu menjadi tidak
berfungsi sebagai asrama yang benar. Lalu, pada waktu itu ada organisasi
masyarakat Gorontalo di Jakarta yaitu LAMAHU. Maka Ary Mochtar Pedju, sebagai ketua umum LAMAHU
saat itu, mengembalikan fungsi asrama
untuk berfungsi asrama seperti yang sebenarnya.
Kemudian, ketika Gorontalo menjadi daerah otonom atau provinsi,
maka asrama ini mulai ada perhatian artinya bagaimana asrama itu bisa disahkan
kepimilikannya secara formal atau hukum. Tapi, setelah itu saya sudah tidak
tahu posisi hukumnya status asrama itu seperti apa.Karena sudah ngga ikut
perkembangannya.
MG: Masyarakat Gorontalo di Jakarta sebagian besar mengatakan
tempat itu adalah hasil perjuangan mahasiswa HPMIG Jakarta saat itu, menurut
anda?
SM: Begitulah sejarahnya.
MG:Informasi terakhir pemerintah daerah Gorontalo, tidak jadi
memindahkan asrama mahasiswa yang berada di Jalan Salemba Tengah. Tetapi,
Pemda.Gorontalo, rencananya akan membangun asrama satu lagi di daerah Jakarta
Selatan. Gimana menurut anda?
SM: Orientasinya pemda. Gorontalo
mau kemana dulu. Lalu, apakah masih diperlukan penambahan gedung asrama mahasiswa Gorontalo di Jakarta.Jika ingin
membangun pun, maka dengan perkembangan
Jakarta dan Universitas – universitas yang ada di Jakarta, maka universitas lebih banyak yang berada di
daerah Depok. Tapi, kalau orientasinya pemda.Gorontalo ke Universitas Indonesia maka lokasinya tentu
harus lebih dekat ke arah Depok. Saya kira itu lebih pas. Tapi, kalau banyak
mahasiswa yang hanya masuk di Universitas – universitas swasta itukan berarti mahasiswa itu mempunyai kemampuan dalam hal
biaya. Karena sekolah di Universitas – universitas swasta bayarannya mahal.
Jadi, kalau kuliah di universitas swasta
dan mengatakan tidak mampu membayar, kan tidak masuk akal. Namun, kalau ada mahasiswa terpilih melalui seleksi ujian masuk ke
Universitas Indonesia dan mahasiswa itu
secara ekonomi tidak mampu membiayai,
tentu mereka memerlukan bantuan. Lalu, di hitung berapa kuota mahasiswa
yang kuliah di UI. Dengan demikian di
situlah muncul dibutuhkannya fungsi asrama mahasiswa. Jadi, perlu di garis bawahi, apakah rencana ini
kebutuhan atau hanya keinginan. Kemudian
harus di definisikan juga soal kebutuhan itu secara menyeluruh.
Kebutuhannya seperti apa? dan apakah
kebutuhan itu bisa dipenuhi oleh daerah.Serta
seberapa besar kebutuhan itu terbentuk. Apalagi Universitas Indonesia sekarang
ini bukan Universitas yang murah dan bukan hanya untuk orang-orang yang pintar
saja. Universitas Indonesia saat ini berbeda
dengan yang dulu. Sekarang sudah
ada Universitas Indonesia yang berkelas Internasional bayarannya juga mahal
MG: Jadi, apakah penambahan pembangunan asrama bukan menjadi
kebutuhan?
SM: Itu, yang harus dipertanyakan apakah soal kebutuhan, yang kedua
tingkat kemanfaatannya lebih baik yang bagaimana.
MG: Kembali ke status lahan di
Salemba Tengah. Informasi yang kami dengar bahwa lahan itu sudah bersertifikat
atas nama pemda.Gorontalo, Gimana
menurut anda?
SM:Setahu saya pemda tidak bisa
memiliki aset di Jakarta. Kedua, soal pemerintah daerah sendiri kalau memang
merasa memerlukan kantor perwakilan sekaligus ingin menggunakan asrama itu
untuk dialih fungsikan. Maka, sebaiknya
harus free and clear (Bebas dan bersih ) antara Kantor Perwakilan dengan mahasiswa
dalam hal status dari Asrama Mahasiswa,
dan itu harus benar-benar selesai dulu statusnya. Apakah asrama itu
harus dibawah penguasaan pemerintah daerah atau tidak? Tapi, kalau mau dialih
fungsikan maka asrama itu harus ada gantinya! Maka, pertanyaannya apakah
pemerintah daerah Gorontalo bisa menyediakan dana yang cukup sebagai pengganti asrama yang kelasnya seperti asrama di Salemba itu.
MG: Ada wacana yang mana pemda.Gorontalo akan membangun gedung semacam
Penginapan di Jakarta bagi pejabat dari
Gorontalo yang ke Jakarta dalam rangka tugas dinas. Penginapan itu akan
dikelola oleh BUMD atau pihak swasta.
Konon bayarannya lebih murah dari pada tinggal di hotel. Menururt anda?
SM: Kembali lagi ke yang tadi, apakah rencana ini kebutuhan atau
hanya keinginan ? Jangan lupa lho. perbedaan antara kebutuhan dan keinginan. Kan gini, kalau
seorang pejabat daerah ditugaskan keluar
daerah, maka pasti pejabat itu sudah diberikan dana untuk perjalanan
, menginap dan lain-lain. Biaya itu
sudah ada anggarannya melalui APBD. lalu pemerintah daerah mau bikin penginapan yang akan dikelola oleh BUMD atau katakanlah pihak swasta. Menurut, saya rencana ini tujuannya
semata-mata akan meraup kembali uang sudah yang dibelanjakan itu agar tetap ke
pemerintah daerah. berarti pemda. membuat usaha di Jakarta, maka mereka dipastikan masuk ke syarat tidak ada
praktik market. Sebenarnya itu sah-sah saja . Tapi, BUMD ini kan juga
memerlukan modal yang tidak sedikit.
MG: Jadi, apakah program
Pemda. Gorontalo untuk membangun penginapan di Jakarta saat ini belum
perlu?
SM: Ah.itu program akal - akalan saja. Yaah..namanya membuat masalah
MG: Tapi, kan menurut
informasi rencana penginapan itu akan di kelola oleh BUMD bukan pemda?
SM: Ya. tapi BUMD harus infestasi di Jakarta. Hitungannya berapa sih
biaya perjalanan itu, yang merupakan biaya penginapan , kemudian di
kumpulin bisa untuk bangun apa atau
apalah gitu di Jakarta. Asumsinya,nanti keuntungannya akan kembali lagi
ke daerah atau ke BUMD nya.tapi menurut saya apa manfaat proyek itu untuk
masyarakat Gorontalo. Coba anda hitung,
dari Opportunity cost (biaya kesempatan), jika membangun di Jakarta maka
dana yang harus disediakan oleh BUMD
sekitar 5 hingga 10 Miliar , dan ini bukan uang kecil atau sedikit. Lalu, mau
di investasikan di Jakarta, dalam pengertian untuk menangkap kembali
uang yang sudah di belanjakan daerah melalui perjalan dinas itu. Bagi saya,
kenapa uang yang 5 - 10 miliar itu, tidak di investasikan saja di Gorontalo
untuk meningkatkan produktivitas masyarakat di Gorontalo. itu yang akan
dirasakan langsung oleh masyarakat disana.
Sebab, jika membangun di Jakarta juga biaya operasi memerlukan
perhitungan ekonominya.Jadi, menurut saya ini terlalu mengada-ada, kan. hitung-hitungan
mana yang akan lebih bermanfaat dan menguntungkan rakyat Gorontalo.Atau jika
sudah memiliki dana bangunlah kantor perwakilan sendiri.
MG: Lalu, apakah lebih baik di
investasikan di Gorontalo?
SM: Itu yang lebih menguntungkan.
Kan, orientasinya kita ke Gorontalo. Bukan berinvestasi di luar
Gorontalo hanya dengan alasan ingin menangkap belanja konsumsi daerah. Fisik
untuk membangun sesuatu di Jakarta sudah diwakili dengan segala macam, Kedepan
itu sudah tidak diperlukan .
MG: Terakhir pak, pemilik
lahan yang saat ini ditempati asrama dan kantor perwakilan Gorontalo, akan
meminta ganti rugi senilai 3.5 miliyar dan hanya soal waktu proses ini akan
berjalan, ada tanggapan?
SM: Oh ya! Tapi, kalau soal itu saya tisak mau memberikan komentar. Karena saya harus perlu
data. ( 004/ MG / Ibrahim )
Suasana Open House Idul Fitri 1433 H di kediaman H.Suharso Monoarfa |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar